Minggu, 31 Mei 2015

Review Film Negeri 5 Menara







Judul Film       : Negeri 5 Menara
Penulis             : Ahmad Fuadi

Mengangkat dari sebuah novel best seller yang akhirnya difilmkan, menjadi suatu kisah perjuangan keras seorang remaja untuk menggapai jalan mimpinya, meskipun ditempuh dengan cara yang tak sesuai keingginannya.
Alif Fikri, gambaran peran utama, berasal dari kampung Liliput, sebuah kampung di daerah danau Maninjau, Bayur, Sumatera Barat. Ayahnya seorang guru matematika di madrasah dan ibunya seorang guru SD. Alif yang ingin meneruskan pendidikannya ke SMA setelah lulus SMP, ternyata harus sirna setelah ibu dan ayahnya ingin Alif masuk ke pesantren di daerah Jawa Timur. Menurut orang tuanya, keingginan tersebut dimotivasi oleh tujuan untuk  menjadikan Alif orang yang bermanfaat bagi banyak orang, seperti Bung Hatta dan Buya Hamka.
Perjalanan Alif pun awalnya dengan niat setengah hati untk memutuskan mengikuti keinginan ibunya. Alif memilih masuk dipesantren Pondok Madani yang terletak di Jawa Timur. Karena info yang diperolehnya,  bahwa anak-anak lulusan Pondok Madani banyak yang sukses dan bisa sampai ke Mesir.
Waktu pun tiba dimana keberangkatan Alif akan terlaksana. Ditempuhnya jarak jauh dari Sumatra Barat ke Jawa Timur menggunakan bis, dan akhirnya sampai juga Alif di tempat tujuan.  Mulailah dia mengikuti tes ,  hingga akhirnya diterima sebagai murid resmi di Pondok Madani. Namun setelah mengetahui sistem pendidikan Pondok Madani yang lebih lama setahun ketimbang SMA, Alif menjadi kendur semangatnya. Untung saja ada lima teman yang selalu membantunya dalam keadaan apapun. Sehingga lambat laun mereka semakin akrab dan memiliki tempat khusus untuk mereka berkumpul, yakni di kaki menara masjid Jami pondok Madani. Sampai-sampai mereka memberi nama kelompoknya dengan “Sahibul Menara” yang dilandasi atas semangat Man Jadda Wajadda ( siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil ).
Hingga sampai akhir tahun ujian tamat SMA, salah satu temannya Baso  yang pintar harus mengiklaskan diri untuk tidak mengikuti ujian karena neneknya sedang sakit. Berpisahlah mereka dengan Baso yang kembali ke kampung halaman untuk mengabdi kepada neneknya setelah kedua orang tuanya meningggal, dan Baso menjadi guru serta melanjutkan hafalannya dengan seorang ustad di kampung halaman Baso. Sebab tujuan utama Baso adalah dapat menghafal diluar kepala tentang isi dari Al Quran tersebut.

Perpisahan mereka memang cukup lama, tetapi 11 tahun kemudian mereka bertemu di kaki menara Trafalgar Square London. Sebuah awan yang selalu mereka angankan serta negara-negara yang mereka kagumi dan impikan akhirnya dapat mereka raih dengan usaha dan kerja keras. Atang yg sudah 8 tahun tinggal di Kairo menjadi mahasiswa program doktoral Ilmu Hadis Al Azhar. Raja yang sudah 1 tahun di London setelah menyelesaikan kuliah hukum islam S1 Madinah. Sementara 3 sahabatnya di Indonesia yaitu Dulmaji dengan cita-citanya mendirikan sebuah pondok di surabaya , Said meneruskan usaha keluarganya dan Baso anak yang pintar mendapat beasiswa dengan modal hafal diluar kepala isi Al Quran ke Arab Saudi. Apa yang menjadi impain mereka “ kun fa yakun “ maka semua menjadi nyata .Karena siapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil, itulah kata pedoman mereka ketika berada di Pondok Madani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar