Kamis, 04 Januari 2018

Abadku, Adabmu, Adab Kita

"Allah adalah sebaik-baik skenario yang menjadikan kita paham, bahwa tak ada jalan yang menyenangkan tanpa perjuangan."

Tepat hari Kamis, 4 Januari 2018, hari yang menurut saya masih tahun baru, dan saya merasakan nikmat tahun baru, yakni bekerja untuk ibadah, bekerja untuk amanah, dan bekerja sebagai rahmat. Hari ini saya resmi mengajar di salah satu SMA di daerah Prambanan, suatu pekerjaan yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya, tetapi harus saya kerjakan dengan sebaik-baiknya mulai saat ini. Karena saya tidak bekerja untuk diri saya, saya bekerja untuk orang lain, saya bekerja untuk mempertanggungjawabkan bagaimana hasil kerja saya nantinya. Lebih dari itu, saya bekerja untuk menuntun orang lain menjadi pribadi yang lebih beradab di kemudian hari.

Suasana SMA sangatlah berbeda dengan suasana SMP, SD, maupun TK. SMA adalah tempat bagi pendidik menghadapi peserta didik yang tengah menuju dewasa, mencari jati dirinya, dan penuh dengan labil jiwanya. Benar-benar tak hanya sekadar mengajar, tetapi juga melakukan pendidikan karakter, mengajarkan hal-hal yang sanggup menjadi pegangan peserta didik setelah lulus SMA. Tentu dalam hal ini seorang pendidik menginginkan kelak peserta didiknya dapat berprestasi lebih tinggi, dan bekerja lebih layak. Namun, apakah semua peserta didik berlatar belakang sama, berkepribadian sama, serta mudah diarahkan? Jawabannya, tidak. Setiap manusia memiliki sisinya masing-masing, hanya saja semua manusia memiliki potensi menjadi baik, siapa pun itu.

Saya, yang hari ini mengajar kelas XI SMA, berjumpa dengan banyak karakter peserta didik. Perjumpaan ini telah memberikan banyak warna, dan tentunya kerinduan saya saat masa SMK. Banyaknya karakter yang harus saya pahami dari mereka, tidak dengan mudah saya rumuskan dalam sehari bagaimana sepatutnya saya mendidik mereka. Saya memerlukan beberapa langkah dan tindakan, dan saya harus merancangnya dari sekarang. Banyak yang berucap sekolah tempat saya mengajar adalah sekolah bengkel, tetapi bagi saya semua sekolah adalah bengkel. Lalu saya memulainya dengan memberikan nasihat-nasihat ringan, seperti menjaga sholat, mengaji, dan berbuat kebaikan. Tak jarang beberapa membuat gaduh suasana pembelajaran, dan saya harus menuntun lagi untuk kembali fokus.

Tiga jam proses mengajar yang saya lakukan hari ini, tampaknya tidaklah mudah. Bukan masalah topik mengajarnya, melainkan berlaku sebagai guru dan teman yang disegani. Kenapa teman yang disegani? Karena, jika hanya teman saja, yang ada peserta didik akan meremehkan. Sementara jika hanya guru saja, peserta didik hanya akan menjadi budak aturan. Pendidik memanglah harus menjadi guru dan teman bagi peseeta didiknya, teman yang disegani, teman yang siap mendengarkan keluh kesahnya, juga teman yang bisa menjadi orangtua, yaitu menjadi guru.

Terlepas dari hal di atas, pendidik adalah kumpulan dari adab yang ia miliki. Sedangkan peserta didik merupakan reinkarnasi dari adab si guru. Maksudnya, dari adab seorang pendidiklah, peserta didik mampu mencontoh. Tetapi jika pendidik sendiri belum mampu memperbaiki adabnya, menyuruh peserta didik tanpa mengerjakan apa yang disuruhnya, maka segala nasihat tentang adab yang diberikan ke peserta didik akan sia-sia. Sebab sesuatu yang menyentuh hati ialah yang datang dari kesucian hati itu sendiri.

Kemudian, sebelum saya mengakhiri tulisan pendek ini, saya ingin menekankan pada pembaca, bahwa setiap manusia memiliki potensi berbuat baik, sesuai apa yang telah saya tulis sebelumnya. Jadi, sebagai pendidik taruhlah kepercayaan bahwa peserta didikmu adalah anak angkatmu yang bisa kau ajarkan kebaikan. Jika sesekali mereka berbuat salah, carilah solusi, ajaklah untuk memahami kehidupan, dan ajarkanlah adab melalui hatimu. Kelak peserta didikmu mengerti, jalan mana yang akan mereka pilih di saat kita memperlakukannya seperti darah daging yang kita lahirkan dari rahim terhangat kita. Dan untuk kalian yang merasa peserta didik, kalian pasti merasa bahwa kalian suatu wajtu meninggalkan pendidik kalian. Tetapi pendidik kalian tetap berdiri tegak di tempat yang sama, mendidik anak yang lain, lalu ditinggalkan lagi. Hal ini sudah sangat biasa, dan pendidikmu tetap tersenyum, ia sadar bahwa tugasnya adalah mengantarkan peserta didiknya terbang dan melihat peserta didiknya lebih layak sukses darinya atau setidaknya setara dengannya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar