Judul Buku Bersatu Dengan Allah
Penulis Agus Mustofa
Cetakan Pertama, Mei 2005
Penerbit P A D M A press
Tebal 242 halaman
“ Begitulah keberadaan Tuhan terhadap makhluk-Nya.
Tuhan ibarat air putih, sedangkan makhluk ibarat daun teh yang dicelupkan.
Keduanya kini menjadi satu. Warna teh sudah larut ke dalam air putih, menjadi
air teh yang berwarna kecoklat-coklatan.”
Anggapan ini kadang disalah artikan,
namun sejatinya makhluk memang tak munngkin berada di luar Allah. Tidak bisa
tidak, makhluk mesti berasal dari Allah, berada di dalam-Nya dan bersatu
dengan-Nya. Sehingga jangan sampai pembaca menganggap dirinya sederajat dengan
Allah, karena sudah merasa bersatu dengan-Nya. Manusia dan Sang Pencipta, Tuhan
itu ada, tetapi mereka yang percaya terbagi dalam empat tingkatan, percaya
karena adanya doktrin, adanya logika dan rasio, merasa membutuhka kehadiran
Tuhan dan orang-orang dengan kesimpulannya bahwa Tuhan yang ada di alam semesta
benar-benar Yang Maha Satu. Sedangkan mereka, manusia tak percaya Tuhan
disebabkan karena kesombongannya, kebodohan serta ketidakmampuananya, dan malas
berfikir, sehingga tidak mau repot karenanya. Padahal kenyataannya, manusia
butuh Tuhan, sebab mereka sudah memiliki naruli ketuhanan, tinggal bagaiman
menyikapinya. Maka berinteraksilah bersama Tuhan untuk merasakan manfaatnya.
BerTuhan kepada Dia yang tidak membutuhkan kita untuk membangun
kepentingan-Nya, tapi justru Dia menjadi kebutuhan kita, serta menguntungkan
untuk disembah dan dijadikan pusat dari segala orientasi kehidupan kita. Dia
adalah Allah, resapilah makna QS. Al-Baqarah (2) : 132, yang intinya “Maka
janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.”
Sering kali orang bertanya, harus
kemanakah ia mencari Allah? Merenunglah, Allah itu meliputi segala Dzat yang
ada serta ilmunya, jika Allah tidak hadir dalam Dzat tersebut, maka seluruh
proses di tempat-tempat yang kita anggap kotor itu bakalan berhenti. Maka
kenalilah Allah dari Al-Qur’an ke sains, sebab pendekatan ini tetap diperlukan
untuk menguraikan simpul-simpul informasi yang ada di Al-Qur’an. Tanpa sains
kita hanya memperoleh pokok-pokok informasi tanpa memperoleh kedalaman
maknanya. Berupayalah mendekatinya, menyelamlah bahwa perasaan dekat dan jauh
terhadap Allah dialami oleh Jiwa, sebab jiwa adalah sosok yang ditulari
sifat-sifat Allah lewat keberadaan ruh di dalam wadag. Hal ini diperlukan, sebab mengartikan kedekatan Allah dengan
manusia memiliki lima tingkatan, yakni meliputi, bersama, dekat disisi-Nya, dan
berserah diri. Semua dapat dilakukan jika kita hanya meluruskan ‘wajah’ pada
Allah tenpa perlu menoleh, serta ikuti dan pahami tatacara ibadah yang
diajarkan Rasulullah SAW.
Pendekatan diri seorang hamba kepada
Tuhannya adalah sebuah proses tanpa henti menuju ‘Kualitas Tak Berhingga’,
sehingga hal ini menjadikan kita untuk berinteraksi secara berulang-ulang
kepada-Nya. Dengan penuh ketekunan dan penghayatan, agar selalu berusaha
mengenal serta mempelajarinya. Jangan sampai cinta tak terbalas cinta, karena
Allah telah memberikan kehendak dan cinta-Nya, diantara pergerakan kita dalam
lingkaran cinta dan benci, rindu dan dendam, bahagia dan nestapa. Semua ini
akan memicu hati semakin bertaut pada Allah SWT, sebab kita sudah melewati fase
mencinta, yakni memberi bukan menuntut, lantas kasih sayang yaitu mengasihi dan
menyayang. Pemberian bakal melimpahkan kesenangan dan kebahagiaan. Tuntutan
menghasilkan rasa tertekan dengan segala persoalan. Berfikirlah!
Cinta tak harus memiliki, cinta juga
tidak harus bersama, begitu kata orang ketika tak mampu memiliki cintanya.
Berbeda dengan cinta pada Allah, meski kita tak selalu bersamaNya, tapi kita
merasa ada didekat-Nya. Oleh karenanya, dekatlah pada Tuhanmu, agar Dia semakin
dekat padamu. Leburkan dirimu pada satu Dzat yang memang benar-benar mampu
menyatu denganmu. Dialah sumber cahaya dan kita hanya salah satu cahaya dari
milyaran pendaran cahaya yang terpancar dari Sang Pelita. Yakinlah bahwa Allah
hanya satu tapi mampu bersama kita, semua kembali pada konsep La Ilaha
Illallah.
Barakallah, nisa.. keren
BalasHapus