Jumat, 01 April 2016

Televisi Berdampak Baik, Jika Digunakan Semestinya



Gambar disamping adalah salah satu gambar yang termuat dalam artikel loop.co.id.
        Televisi bukan lagi barang mewah. Hampir semua rumah memilikinya, bahkan ada yang lebih dari satu. Komunikasi elektronik ini, menyajikan pelbagai ragam tontonan, mulai anak-anak sampai dewasa. Selain itu, bisa sebagai bahan hiburan ketika kepenatan pikiran menghampiri.
           
        Tayangan televisi tidak serta merta ditayangkan secara bebas, begitu pula dengan iklan. Sesuai pemaparan (Afifi, 2010) kedua tayangan tersebut harus berpedoman pada aturan-aturan P3 ( Pedoman Perilaku Penyiaran ) dan SPS ( Standar Program Siaran ) yang disusun KPI. Bahwasannya setiap tayangan diwajibkan menghindari beberapa jenis pelanggaran : kekerasan dan sadisme, seksualitas, pelanggaran kepentingan publik, pelecehan agama, pelecehan kelompok marginal, pelecehan norma kesopanan dan kasusilaan, mistik dan supranatural, pelanggaran hak anak, remaja dan perempuan, pelanggaran dan ketentuan tentang rokok, dan aturan-aturan lainnya.
Dampak Televisi dan Cara Menanggulanginya
           Banyak beredar persepsi masyarakat soal televisi, entah itu sebagai berita yang menimbulkan doktrin, sinetron perusak moral anak, acara pendidikan yang hilang, dan masih banyak lagi. Apalagi jika anak SD menonton tayangan kekerasan dalam kurun waktu penimbul ketagihan. Persepsi itu semakin menguatkan bagi masyarakat.
Hal tersebut perlu kita cek kembali kebenarannya, sebab pembahasan  (Hutapea, 2010) berdasarkan komputasi analisis Korelasi Product Moment dari Karl Pearson dengan program SPSS versi 13.50 for Windows, koefisien korelasi antara intensitas menonton tayangan yang mengandung kekerasan di televisi dengan perilaku agresif anak sekolah dasar sebesar 0,138 dan p > 0,05, sehingga hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada hubungan antara intensitas menonton tayangan yang mengandung kekerasan di televisi dengan perilaku agresif pada anak sekolah dasar di Jakarta Pusat dalam hal ini diterima.
Kendati demikian, doktrin dampak negatif tayangan televisi tetap melekat. Memang, sesuai penjelasan  (Medrano, Aierbe, & Orejudo, 2010) televisi memainkan peran penting dalam sosialisasi, tidak hanya dalam akuisisi informasi, tetapi juga melalui adopsi model perilaku yang ditularkan melalui kemunculan karakter diprogram yang berbeda. Tetapi menurut saya, dampak tersebut bisa diatasi ketika orang tua memberikan pengawasan maupun bimbingan saat anak sedang menonton televisi.
Selain pengawasan, pemberian batas waktu menonton televisi juga diperlukan. Mungkin dua jam setiap harinya akan lebih baik, atau mungkin sebelum dua jam mampu menyudahi. Usahakan dalam pembimbingan saat menonton, amati baik-baik yang ditonton. Jika dapat menimbulkan degradasi moral, lebih baik orang tua memindahkan ke channel lain. Oleh karenanya, kita dituntut objektif ketika memilih, serta sanggup menimbang tayangan mana yang layak dan memberi kesan pada anak-anak.

Referensi

Afifi, S. (2010). Tayangan Bermasalah dalam Program Acara Televisi di Indonesia. Jurnal Ilmu Komunikasi, VIII(3), 246-262.
Hutapea, B. (2010). STUDI KORELASI INTENSITAS MENONTON TAYANGAN YANG MENGANDUNG KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA ANAK. Jurnal Ikon, III(2), 1-7.
Medrano, C., Aierbe, A., & Orejudo, S. (2010). Television Viewing Profile and Values:Implications for Moral Education. Journal Revista de Psicodidáctica, XV(1), 57-76.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar